Minggu, 11 Oktober 2015

andai saja penantian dalam ketersiksaan selalu berakhir kebahagiaan (nglindur)

Sekarang lemariku berantakan. Seperti apa yang kau lihat saat ini.
Bantar gebang yang penuh dengan sampah.
 Seperti itu mungkin tanganku kemana-mana akan memukul dinding.
Meledak dan menjadi gila.

Ini mudah. Kau tinggal bertanya ada apa denganku. Aku akan bilang satu ditambah satu adalah dua. Dan seterusnya kau akan menghilang dariku. Membawa sisa-sisa rahasia yang tak terucap.
Pergi-pergipergi.
Aku terlalu pengecut buatmu. Hmmm.

Tak ada perhitungan pasti kapan aku akan mati. Ya, ketika aku dapat berhenti dari semua malapetaka ini.
 Ketika dalampikiranku kau hanya akan bilang tidak dan tidak.
 Ketika kemiskinan semakin lama semakin meledakkan statistik di kantor-kantor pemerintahan. Ketika merapi kembali meletus dan membangunkan jiwa-jiwa yang lelah.


Hati yang terusik dan kelelahan-kelelahan hampir rusak dan tua. Entahlah semua ini seperti ditutupi badai pasir,

Aku harap kau tak mengerti.
Aku harap kau pergi dan sebaiknya tak tahu.
Aku harap.

Aku merindukanmu dengan lebih baik.
Dengan kepengecutanku yang terlalu perhitungan. Mari pergi.
Kita habiskan malam hingga subuh.
Bersama pelayan-pelayan yang terbuat dari lilin. Terbuat dari hasrat.
Terbuat dari rindu-rindu yang bertumpukan dan bertaburan.
Hingga akhirnya memburai ke tanah suci dalam timur.


Orang-orang ingin tua dengan tenang.
Manusia ingin meminta terus pada Tuhannya. Sekelebatan ini sebuah masalah.
Sama halnya seperti para demonstran yang terus menerus bertambah banyak .
Bukan hanya yang memang ingin berusaha tapi yang juga mengambil kesempatan.
Sayang aku mencintaimu. Entah ini aneh.
Tapi au tak tahu harus bagaimana mengatakannya.


Aku tahu setelah ini kau akan mencoba menjauhiku. Karena melhat pun tak pernah.
Tapi tiba-tiba mengatakan rindu.
Orang gila. Haha.
Sudah aku pergi sekarang.
Aku akan merindukanmu dan berusaha mengurangi dosisnya per hari.
Semacam rehabilitasi.
Sebentuk kerangkeng yang penuh dengan penyakit kusta.
Berurai tangan kesakitan tiap orang akan uang sebaik-baiknya menghilang dalam tumpukan kesadaran.


Aku merindukanmu. Sebaiknya aku merindukanmu. Karena mungkin itulah hal terbaik yang pernah kulakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar